Sabtu, 24 April 2010

Benigna Prostat Hipertrophy

NUR SLAMET 04.07.1814
F KP VI



BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERTROPHY)

1. PENGERTIAN
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

2. ETIOLOGI
a. Perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen pada laki-laki usia lanjut
b. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang mati
d. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stoma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan

Ada 2 stadium yang mempengaruhi perubahan pada dinding kemih yaitu :
a. Stadium dini
Hiperplasi prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menyumbat aliran urine sehingga meningkatkan tekanan intravesikel
b. Stadium lanjut
Terjadi dekompensasi karena penebalan dinding vesika urinaria tidak bertambah lagi residu urine bertambah. Gejala semakin menyolok ( retensi urine clonis ), tonus otot vesika urinaria menurun. Persyarafan para simpatis melemah dan akhirnya terjadi kelumpuhan detsrusor dan spinter uretra sehingga terjadi over flow incontinensia ( urine menetes sacara periodik )


3. TANDA DAN GEJALA
Kumpulan gejala pada BPH :
 Hesitasi (miksi menunggu lama )
 Pancaran urine melemah
 Intermitensi (kencing terputus-putus)
 Urgensi (perasaan miksi sangat mendesak)
 Disuria (nyeri miksi)
 Terasa ada sisa setelah miksi

4. MANIFESTASI KLINIS
1. IPPS ( International Prostat Symptoms Score ) adalah kumpulan pertanyaan yang merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS
a. Skor 0-7 : gejala ringan
b. Skor 8-19 :gejala sedang
c. Skor 20-35 : gejala berat
Gejala :
 Obstruktif : hesitansi, pancaran miksi lemah, intermitten miksi tak puas, menetes setelah miksi
 Iritatif : nocturna, urgensi & disuria.
2. Rectal grading
Didapatkan batas atas teraba, menonjal > 1 cm (seperti ujung hidung )
Lobus kanan/kiri simetri & tidak teraba nodul
a. Grade 0 : penonjolan 0-1 cm
b. Grade 1 : penonjolan 1-2 cm
c. Grade 2 : penonjolan 2-3 cm
d. Grade 3 : penonjolan 3-4 cm
e. Grade 4 : penonjolan >4 cm
3. Clinical grading (berdasarkan residu urine)
a. Grade 1
Sejak berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pasien mengeluh kencing tidak puas, pancaran urine lemah, harus mengedan, nocturia (belum terdapat sisa urine)
b. Grade 2
Telah terdapat sisa urine (sistitis), nocturia makin sering dan kadang disertai hematuri pada cyctoscopy dinding vesika urinaria menebal karena trabekulasi (hipertropi musculus destrusor)
c. Grade 3
Sisa urine mencapai 80-100 ml, infeksi semakin hebat (hiperplexi, menggigil & nyeri pinggang karena cystitis). Trabekulasi semakin banyak.
d. Grade 4
Retensi urine total.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah lengkap
- Untuk menilai kadar Hb, PCV (hematokrit), trombosit, leukosit dan LED
- Untuk menilai kemungkinan inflasi akibat statis urine
b. Sedimentasi urine
- Untuk menilai kemungkinan inflamasi saluran kemih
c. Kultur urine
- Untuk menentukan jenis bakteri & terapi antibiotik yang tepat
d. Renal fungsi tes (BUN/ureum, creatitin)
- Untuk menilai gangguan fungsi ginjal akibat dari statis urine
e. PSA (Prostatik Spesifik Antigen)
- Untuk kewaspadaan adanya keganasan
2. Pemeriksaan radiology
a. Foto abdomen polos (BNA/ Blass Nier Averzith)
- Untuk melihat adanya batu pada system kemih
b. Intravenus phielografi
- Untuk menilai kelainan ginjal dan ureter
- Untuk menilai penyulit yang terjadi pada fundus uteri
c. USG (ultrasonografi)
- Untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat
3. Pemeriksaan penendoscopy
- Untuk melihat derajat pembesaran kelenjar prostat

4. Pemeriksaan pancaran urine (uroflowmetri)
- Flowrate maximal >15 ml/ dtk : non obstruktif
- Flowrate maximal 10-15 ml/ dtk : border line
- Folwrate maximal <10 ml/ dtk : obstruktif 6. PENATALAKSANAAN 1. Farmakologi untuk : - Mengurangi retensi laher vesika urinaria dengan obat golongan penghambat androgen - Mengurangi volume prostat 2. Operatif (operasi terbuka) - Retrapubic transvesikal prostatectomy yaitu melakukan sayatan section alfa melalui fossa prostate anterior tatapi tidak membuka dinding vesika urinaria - Suprapubic transvesikal prostatectomy (trayer) yaitu melakukan sayatan section alva menembus vesika urinaria - Transperineal prostatectomy yaitu melakukan sayatan melalui perineum, fossa ischi langsung ke prostate. 3. Endorologi transurethral - Transurethral resection prostatectomy (TUR-P) - Transurethral laser prostatectomy (TUL-P) - Transutretral incision of the prostate (TUP) 7. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian fokus 1. Identitas klien Jenis kelamin laki-laki, umur >50 thn, banyak dijumpai pada bangsa / ras caucasian
2. Keluhan utama
Nyeri berhubungan denga spasme buli-buli
3. riwayat penyakit sekarang
LUTS (hesitansi, pancaran urine lemah, intermitensi, terminal dribbing, terasa ada sisa setelah miksi, urgensi, frekuensi dan disuria)
4. Riwayat penyakit dahulu
DM (diabetes mellitus), hipertensi, PPOM (penyakit paru obstruksi menahun), jantung koroner, decompensasi cordis dan gangguan faal darah
5. Riwayat penyakit keluarga
penyakit keturunan (hipertensi,DM, ashma)
6. Riwayat psikososial
emosi, kecemasan, gangguan konsep diri
7. Pola hidup sehari-hari
a. Pola nutrisi
Puasa sebelum operasi
b. Pola eliminsi
Hematuri setelah tindakan TUR, retensi urine karena bekuan darah pada kateter, inkontinensia urine setelah kateter dilepas
c. Pola istirahat/tidur
Hospitalisasi mempengaruhi pola tidur
d. Pola aktivitas
Keterbatasan aktivitas karena kelemahan, terpasang traksi kateter
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum.
Keadaan lemah, kesadaran baik, perlu adanya observasi TTV
b. Sistem pernafasan
SAB tidak mempengaruhi pernafasan
c. Sistem sirkulasi
Tekanan darah biasa meningkat atau menurun, cek HB (adanya perdarahan animea), observasi balance cairan
d. Sistem neurologi
Daerah caudal mengalami kelumpuhan dan mati rasa akibat SAB
e. System gastrointestinal
Pusing, mual, muntah akibat SAB, bising usus menurun dan terdapat masa abdomen
f. System urogenital
Hematuri, retensi urine (daerah supra sinisfer menonjol, terdapat ballottement jika dipalpasi dan klien ingin kencing)
g. system muskuluskeletal
Klien tidak boleh fleksi selam traksi kateter masih diperlukan
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d distensi kandung kencing
2. Retens urine b/d pembesaran prostate
3. Resiko kekurangan volume cairan b/d ketidak seimbangan elektrolit
4. Perubahan eliminasi urine b/d pemasangan kateter
5. Resiko infeksi b/d pemasangan kateter
6. Resiko disfungsi seksual b/d keterlibatan area genital
7. Kurang penmgetahuan pasca operasi TURP b/d kurang terpaparnya informasi.

C. Rencana keperawatan
1. Nyeri akut b/d distensi kandung kemih
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien dapat mengontrol nyeri
Kriteria hasil :
- klien mengatakan nyeri berkurang / nyeri dapat terkontrol
- skala nyeri 1-0
- wajah rileks
- TTV dalam batas normal
Intervensi:
- pertahankan klien untuk tirah baring
- beriakn tindakan kenyamanan
- pasang kateter untuk kelancaran drainase
- kolaborasi medis dalam pemberian obat

Rabu, 21 April 2010

ASKEP CEDERA KEPALA


Nama      : Veronica Dewi Pranandari
Nim         : 04.07.1823
Kelas      : F/KP/VI


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
CEDERA KEPALA

A.    PENGERTIAN
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala ( Rita Yuliani & Suriyadi, 2001).
Cidera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Beratnya cidera kepala di definisikan oleh “ The Traumatic Coma Data Bank “ berdasarkan skala koma Gaslow. Penggunaan istilah cidera kepala ringan, sedang, berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menentukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya sebagai berikut :
o   Cidera kepala Ringan / Minor :
Nilai GCS 13-15
§ Bisa terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia kurang dari 30 menit.
§ Tidak ada fraktur cerebral, tidak ada kontusio tengkorak, hematoma.
o   Cidera kepala Sedang :
Nilai GCS 9-12
§ Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
§ Dapat mengalami fraktur tengkorak.
o   Cidera kepala Berat :
Nilai GCS 3-8
§ Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam.
§ Meliputi kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

B.     ETIOLOGI
o   Kecelakaan
o   Jatuh
o   Trauma akibat persalinan

C.    MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala cidera kepala bias terjadi segera atau timbul secara bertahab selama beberapa jam.
o   Cidera kepala Ringan / Minor :
§ Nilai GCS 13-15 ( sadar penuh, atentif dan orientatif )
§ Tidak ada kehilangan kesadaran
§ Tidak ada criteria cidera sedang-berat.
§ Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
§ Pasien dapat mengeluh nyeri pada kepala dan pusing
§ Hematoma pada kulit kepala
§ Abrasi
o   Cidera kepala Sedang :
§ Nilai GCS 9-12 ( konfusi, letargi, stupor )
§ Muntah
§ Konkusi
§ Amnesia pasca trauma
§ Tanda kemungkinan fraktur kranium ( tanda bettle, mata rabun, hemotipanan, otorea atau rinorea, cairan cerebrospinal ).
o   Cidera kepala Berat :
§ Nilai GCS 3-8 ( koma )
§ Penurunan derajat kesadaran secara progresif
§ Sakit kepala hebat
§ Tanda neurologist local
§ Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
§ Perdarahan
§ Laju pernafasan menjadi lambat
§ Tampak sangat mengantuk
§ Linglung
§ Kejang
§ Patah tulang tengkorak
§ Memar diwajah atau patah tulang diwajah
§ Hipotensi
§ Bicara ngawur
§ Kaku kuduk
§ Pembengkakan pada daerah yang mengalami cidera
§ Gelisah

D.    PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow ( CBF ) adalah 50-60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
o   Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik ( acelerasi-decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi :
§ Gegar kepala ringan
§ Memar otak
§ Laserasi
o   Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala :
§ Hipotensi sistemik
§ Hipoksia
§ Hiperkapnea
§ Udema otak
§ Komplikasi pernapasan
§ Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
o   X-Ray tengkorak
o   CT scan
o   Cerebral angiografi
o   Pemeriksaan neurology
o   MRI
o   EEG
o   BAER
o   PET
o   CSF
o   ABGs
o   Kadar elektrolit
o   Screen toxicology

F.     PENATALAKSANAAN
o   Observasi selama 24 jam
o   Sementara di puasakan dulu apabila pasien masih muntah
o   Bila ada indikasi beri terapi IV
o   Tirah baring
o   Berikan profilaksis bila ada indikasi
o   Beri obat-obat untuk vaskularisasi
o   Beri obat-obat analgesic dan antibiotic
o   Pembedahan

G.    FOCUS ASSASSMENT
o   Pengumpulan data klien subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati :
Identitas klien dan keluarga : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
o   Riwayat kesehatan :
GCS ( < 15 ), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang. Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Begitu juga riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
o   Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinsky yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus ( I, II, III, V, VII, IX, XII ).

H.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)      Nyeri akut b/d trauma kepala
2)      Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d depresi pada pusat napas di otak.
3)      Perubahan perfusi jaringan cerebral b/d udem cerebral dan peningkatan intrakranial
4)      Kerusakan integritas kulit b/d tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
5)      Resiko infeksi b/d kondisi penyakit

I.       INTERVENSI
1)      Nyeri akut b/d trauma kepala
*      Tujuan : Pasien akan merasa nyaman
*      Intervensi :
§ Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
§ Atur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri
§ Ciptakan lingkungan yang nyaman
§ Beri sentuhan therapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi
§ Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik
2)      Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d depresi pada pusat napas di otak.
*      Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
*      Intervensi :
§ Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan PaCO2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
§ Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
§ Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
§ Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
§ Cek selang ventilator setiap waktu ( 15 menit ), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
§ Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator
3)      Perubahan perfusi jaringan cerebral b/d edema cerebral dan peningkatan intracranial
*      Tujuan : perfusi jaringan cerebral adekuat
*      Intervensi :
§ Tinggikan posisi kepala 15-30ยบ dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
§ Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya :
o   Peningkatan tekanan intracranial : fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, rangsangan nyeri, prosedur suction, perkusi.
o   Tekanan pada vena leher
o   Pembalikan posisi
§ Ciptakan lingkungan yang tenang
§ Beri obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intracranial sesuai program.
4)      Kerusakan integritas kulit b/d imobolisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
*      Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
*      Rencana tindakan :
§ Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
§ Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
§ Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
§ Ganti posisi pasien setiap 2 jam
§ Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
§ Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
§ Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
§ Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4-8 jam dengan menggunakan H2O2.
5)      Resiko infeksi b/d kondisi penyakit
*      Tujuan : terbebas dari infeksi
*      Intervensi :
§ Kaji adanya drainage pada area luka
§ Monitor TTV
§ Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati
§ Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, irritable, sakit kepala, demam, muntah, kejang.