Minggu, 11 Juli 2010

MEMAHAMI TENTANG LUKA BAKAR & PERTOLONGAN PERTAMA LUKA BAKAR

""""Mank becoL Jadi Inspirasi"""""
I Nyoman Supiarta
04.07.1801
F.Kp.VI


A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau mendinginkan.
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer, 2001 : 1911)
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Lazarus, 1994 dalam Potter & Perry, 2006;1853).
Luka bakar
2. Epidemiologi
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar (Smeltzer, 2001 : 1911)
Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun terdapat sekitar 50.000 pasien luka bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar. Antara 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahun mendapat perawatan di gawat darurat di 100 rumah sakit di amerika.
3. Penyebab / Faktor Predisposisi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer, 2001;1911). Berikut ini adalah beberapa penyebab luka bakar, antara lain :
a. Panas (misal api, air panas, uap panas)
b. Radias
c. Listrik
d. Petir
e. Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)
f. Ledakan kompor, udara panas
g. Ledakan ban, bom
h. Sinar matahari
i. Suhu yang sangat rendah (frost bite)
4. Patofisologi Terjadinya Penyakit
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (shock Hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :
1. Respon kardiovaskuiler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
2. Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
3. Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi lampung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum (ulkus curling).
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
4. Respon Imonologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk.Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam luka.
5. Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal (White, 1993) . Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult respiratory distress syndrome). (Smeltzer, 2001, 1913)
5. Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebab
- Luka bakar karena api
- Luka bakar karena air panas
- Luka bakar karena bahan kimia
- Laka bakar karena listrik
- Luka bakar karena radiasi
- Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
• Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, hiperemi berupa eritema
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.
Gambar 2.1 Luka bakar derajat 1
Kulit masih infark, kemerahan, tidak ditemukan bullae, nyeri
• Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
- Dijumpai bulae.
- Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
Gambar 2.2 Luka bakar derajat II
Tampak bullae, dasar luka kemerahan (derajat IIA), dasar pucat keputihan (derajat IIB), nyeri hebat terutama pada derajat IIA
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
 Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
 Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
• Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung- ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
Gambar 2.3 Luka bakar derajat III
Terdapat bullae, tampak kulit yang nekrosis, dasar luka kehitaman, kurang nyeri hebat, terkadang terlihat jaringan di bawah kulit
(otot, tulang, dll)
c) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu:
• Luka bakar mayor
- Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
• Luka bakar moderat
- Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
- Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
• Luka bakar minor
- Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah : Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
- Luka tidak sirkumfer.
- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
(Hudak & Gallo, 1996, 542)
Ukuran luas luka bakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu :
• Rule of nine
- kepala dan leher : 9%
- Dada depan dan belakang : 18%
- Abdomen depan dan belakang : 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Paha kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan dan kiri : 18%
- Genital : 1%
Skema pembagian luas luka bakar dengan Role Of Nine
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15
tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder sebagai berikut:
LOKASI USIA (Tahun)
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA & PERUT 13 13 13 13 13
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KELAMIN 1 1 1 1 1
LENGAN ATAS KA. 4 4 4 4 4
LENGAN ATAS KI. 4 4 4 4 4
LENGAN BAWAH KA 3 3 3 3 3
LENGAN BAWAH KI. 3 3 3 3 3
TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
TUNGKAI BAWAH KA 5 5 5,5 6 7
TUNGKAI BAWAH KI 5 5 5,5 6 7
KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
6. Gejala Klinis
a. Luka bakar derajat I:
- Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
- Kulit kering, hiperemik berupa eritema.
- Tidak dijumpai bullae.
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
- Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari
b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
- Dijumpai bullae.
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
• Derajat II dangkal (superficial).
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
- Penyembuhan spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa skin graft
• Derajat II dalam (deep).
- Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan lebih dari satu bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft).
c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering lebih rendah dibanding kulit sekitar.
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
- Sumber: smeltzer(2001),keperawatan medikal bedah
 Zona Kerusakan jaringan
Setiap daerah yang terbakar memiliki tiga zona cedera yaitu :
 Zona Koagulasi
Daerah sebelah dalam yang langsung mengalami kerusakan akibat pengaruh panas, terdapat proses koagulasi protein pada luka dan kematian seluler.
 Zona Stasis
Daerah yang berada langsung diluar zona koagulasi. Pada daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi diikuti perubahan permebilitas kapiler dan respon inflamasi lokal.
 Zona Hiperemia
Daerah diliuar zona statis yang mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Zona ketiga ini dapat mengalami penyembuhan secara spontan atau berubah ke zona kedua bahkan zona pertama.(Moenadjat,2003: Smeltzer, 2001;1916)
7. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi:
- Menentukan derajat luka
- Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat
- Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal.
- Mukosa bibir kering
- Tanda-tanda inflamasi
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu :
Rule of nine
Merupakan cara yang tepat untuk menghitunng luas daerah yang terhadap luas permukaan tubuh. Adapun prosentasenya adalah sebagai berikut:
- kepala dan leher : 9%
- Dada dan perut : 18%
- Punggung dan bokong: 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan: 18%
- Kaki kiri : 18%
- Genital : 1%
Gambar 2.4 Skema pembagian luas luka bakar dengan Rule of Nine
Metode lund dan Browder
Metode ini lebih tepat dalam memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar. Menyatakan bahwa prosentase luka bakar pada berbagai bagian anatomi, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan
Metode Telapak Tangan
Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai memperkirakan prosentase luka bakar adalah metode telapak tangan ( palm methode). Lebar telapak tangan pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
• Palpasi:
- Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
- Suhu pada luka
• Auskultasi:
- Auskultasi bunyi nafas pada paru
- Auskultasi bising usus
8. Pemeriksaan Penunjang
• Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
• Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
• Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitiil/ganguan pompa natrium.
• Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein.
• Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
• Skan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
• EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
• BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
• Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
• Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
• Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
• Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya. (Doenges, 2000, 804)
9. Diagnosis / kriteria diagnosis
Apabila terjadi kerusakan kulit akibat agen-agen thermal, dan kimia , kemudian ditentukan derajatnya dengan rule of nine’s untuk mengetahui luas daerah yang terbakar.
10. Penatalaksanaan
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
- Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
- Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar – Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia – Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
- Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
- Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
- Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.]
- Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa
• Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
• Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
• Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC (airway, breathing, Circulation)
Airway and breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.
Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bilaluas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam.
Tatalaksana luka bakar minor
• Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat membutuhkan morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal.
• Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga balut dan bidai
• Pemeriksaan status tetanus pasien
• Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan yang keluar dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan
Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh selama beberapa hari. Jika gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan tidak menghalangi pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung cairan yang besar dan yang meliputi daerah persendian harus dipecah dan dibersihkan. Gelembung cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah beberapa hari menandakan proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.
Tatalaksana luka bakar superfisial / dangkal
Dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang menunjukakan kecenderungan terbentuknya gelembung cairan atau penggarukan dapat ditutup perban untuk proteksi.
Tatalaksana luka bakar sebagian (partial thicknes)
• Dilakukan pembersihan luka dan sekelilingnya dengan salin (larutan yang mengandung garam-steril). Jika luka kotor dapat dibersihkan dengan clorhexidine 0,1% lalu dengan salin.
• Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang tidak menempel lalu dibalut atau di plester
• Luka bakar deep partial thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang tidak lengket dan diberikan antimikroba krim silverdiazin
Follow up
Bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau menunjukkan tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka rujukan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang berlebihan (scar hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3 minggu luka bakar belum juga menyembuh.
Luka bakar mayor
Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan) Apabila ada tanda-tanda luka bakar pada saluran napas atau cedera pada paru-paru maka intubasi dilakukan secepatnya sebelum pembengkakan pada jalan napas terjadi.
Cairan
Jika luas area luka bakar >10% maka lakukan resusitasi cairan dan lakukan penghitungan cairan dari saat waktu kejadian luka bakar. Pasang kateter urin jika luka bakar>15% atau luka bakar daerah perineum NGT-pipa nasogastrik dipasang jika luka bakar>10% berupa deep partial thickness atau full thickness, dan mulai untuk pemberian makanan antara 6-18 jam.
Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar
Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti :
1. Pembersihan Luka
Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi rendaman disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar sedapat mungkin bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat baik untuk melatih ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh.
2. Terapi Antibiotik Topikal
Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin, silver nitrat, dan mafenide asetat.
3. Penggantian Balutan
Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka.
4. Debridemen
Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri dan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati.
Debridemen ada 3 yaitu
- Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan
- Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat jaringan mati.
- Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai mengupas kulit yang terbakar.
5. Graft Pada Luka Bakar
Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jarinagn ini akan mengisi ruangan ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar untk pertumbuhan sel epitel.
6. Dukungan Nutrisi
Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat penyembuhan luka.
Fase Rehabilitasi
Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat melatih rentang gerak. (Smeltzer, 2001, 1918)
11. Komplikasi
• Gagal ginjal akut
• Gagal respirasi akut
• Syok sirkulasi
• Sindrom kompartemen
• Ilius paralitik
• Ulkus curling
12. Prognosis
Prognosis lebih baik pada anak dengan usia di atas 5 tahun, dan pada dewasa dengan usia kurang dari 40 tahun. Berat ringan luka bakar tergantung pada: kedalaman luka bakar, luas, usia, lokasi, agent, riwayat penyakit, dan trauma.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
i. Pengkajian Luas Luka Bakar
Metode Rule of Nine’s
Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas permukaan tubuh.
• Dewasa : kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%, genetalia = 1%, kaki kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18%
• Child : kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
• Infant : kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
ii. Pengkajian Sistem Tubuh
a) Aktifitas/istirahat
Penurunan kekuatan dan tahanan otot, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi (dengan cedera luka bakar LPTT >20%)
Hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera, vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik), takikardia (syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok listrik), pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).
c) Integritas ego
Pengungkapan masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Adanya ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, dan marah.
d) Eliminasi
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat, warna mungkin hitam, kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi), penurunan bising usus/tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltic gastrik.
e) Makanan/cairan
Edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.
f) Neurosensori
Adanya keluhan area batas dan kesemutan. Adanya perubahan orientasi; afek, perilaku, penurunan reflex tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang (syok listrik), laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik), ruptur membran timpanik (syok listrik), paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan
Keluhan berbagai nyeri, misalnya; luka bakar derajat pertama secara ekstrem sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan perubahan suhu, luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri, sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf, luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan
Adanya keluhan terkurung dalam ruang tertutup dan terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Adanya tanda suara serak; batuk mengi; sianosis, indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atas stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, edema laryngeal), bunyi nafas: gemericik (edema paru), stridor (edema laryngeal), sekret jalan nafas dalam (ronki).
i) Keamanan
 Kulit umum : destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses thrombus mikrovaskuler pada beberapa luka.
 Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
 Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah, lepuh pada faring posterior, edema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
 Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
 Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus, lepuh, ulkus, nekrosisi, atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
 Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit dibawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
a. Data Subjektif
 Pasien mengeluh sesak nafas
 Pasien mengeluh nyeri pada daerah sekitar luka
 Pasien mengeluh jantung berdebar-debar.
 Pasien mengeluh sering menggigil.
 Pasien mengeluh haus.
b. Data Objektif
 Pasien tampak meringis
 ↑ TD
 Penurunan suhu tubuh
 Terdapat bullae
 Lesi
 Kulit bersisik atau kering
 Kulit memerah
 Kulit melepuh
 Adanya oedema.
 Nafas mengi.
2. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan oksigen meningkat ditandai dengan ; DS : pasien mengeluh susah bernafas, DO : frekuensi napas 32 x/mnt, ada retraksi dada, pasien terlihat sesak napas.
2. Bersihan jalan napas b/d Obstruksi trakeobronkial.
3. Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar ditandai dengan ; DS : pasien mengeluh nyeri, DO : wajah pasien tampak meringis, skala nyeri : 7, nadi meningkat sampai 120 x/ mnt.
4. Defisit volume cairan b/d output yang berlebihan ditandai dengan ; DS : DO : turgor kulit menurun, tampak cairan keluar dari luka.
5. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit ditandai dengan nekrosis jaringan.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d katabolisme protein dan lemak ditandai dengan penurunan berat badan, mual dan muntah.
7. Gangguan cardiac output b/d penurunan curah jantung ditandai dengan pasien tampak gelisah.
8. Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena ditandai dengan perubahan jaringan.
9. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan ditandai dengan turgor kulit menurun.
10. Kerusakan pertukaran gas b/d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap, obstruksi saluran nafas atas.
11. Hipertermi b/d reaksi inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu tubuh.
12. Kerusakan integritas jaringan b/d trauma atau kerusakan jaringan ditandai dengan adanya jaringan-jaringan yang mati.
13. Kerusakan mobilitas fisik b/d edema, nyeri, kontraktur persendian, penurunan ketahanan dan kekuatan otot, terapi pembatasan.
14. Gangguan citra tubuh b/d kecacatan, kehilangan barier kulit ditandai dengan perasaan negatif tentang diri sendiri, ketakutan/penolakan berinteraksi dengan orang lain.
15. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan katabolisme.
16. Defisit perawatan diri b/d penurunan ketahanan dan kekuatan otot.
17. Ansietas b/d krisis situasi dan kejadian traumatik ditandai dengan ketakutan, perasaan putus asa, gelisah.
18. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi.
19. Risiko infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakkan kulit, rauma jaringan prosedur invasive
20. Risiko aspirasi b/d penurunan kesadaran.
21. Risiko kerusakan integritas kulit b/d oedema sel.
22. PK anemi ditandai dengan pasien tampak pucat dan lemas.
23. PK syok hipovolemik ditandai dengan kulit dingin.
24. PK gagal ginjal akut
25. PK hiponatremia.
26. PK ileus paralitik.
27. PK gagal napas akut.
28. PK asidosis metabolik.
29. PK tukak curling.
30. PK hiperglikemia.
3. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan oksigen meningkat
Tujuan : setelah diberikan askep selama … x 24jam diharapkan pola napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
 Menunjukkan frekuensi pernafasan dengan rentang normal (16-20/ menit)
 Pasien tampak tidak sesak, tidak ada retraksi dada
 Pasien tidak mengeluh sesak napas
Intervensi :
Mandiri :
1. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cedera.
R/ : Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida
2. Tinggikan kepala tempat tidur dan hindari penggunaan bantal dibawah kepala sesuai indikasi.
R/ : meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bila kepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan kontriktur leher.
3. Berikan pelembab oksigen melalui cara yang tepat, seperti masker wajah.
R/ : oksigen memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembab merupakan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan visikositas sputum.
4. Kaji ulang seri ronsen
R/ : perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tidak dapat terjadi selama 2-3 hari setelah terbakar.
5. Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi
R/ : intubasi atau dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru atau oksigenasi.
2. Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar Tujuan : setelah diberikan askep selama … x 24jam diharapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil :
 Pasien mengatakan nyeri berkurang
 Pasien tampak relax
 Skala nyeri = 3
 nadi = 80-100 x/mnt
Intervensi :
Mandiri :
1. tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka
R/ : suhu berubah dan gerakan udara dapat menybabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf
2. tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik
R/ : peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk menurunkan pembentukan edema; setelah perubahan posisi dan peninggian menurunkan ketidaknyamanan serta risiko kontraktur sendi
3. berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi
R/ : peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri
4. ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi
R/ : gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung pada lokasi dan luas cedera
5. pertahankan suhu linhkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.
R/ : pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakat mayor. Sumber panas eksternal untuk mencegah menggigil
6. kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter (skala 0-10)
R/ : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan atau kerusakan tetapi paling berat selama penggantian balutan dan debridemen. Perubahan lokasi/ karakter/ intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi atau perbaikan kembalinya fungsi saraf.
7. Dorong ekpresi perasaan tentang nyeri.
R/ : pertanyaan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
8. Libatkan pasien dalam penentuan jadwal aktivitas, pengobatan, pemberian obat.
R/ : meningkatkan rasa kontrol pasien dan kekuatan mekanisme koping.
9. Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh pijatan pada area yang tidak sakit, perubahan posisi dengan sering.
R/ : dukungan empati dapat membantu menghilangkan nyeri atau meningkatkan relaksasi.
10. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan imajinasi, dan visualisasi.
R/ : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
11. Berikan analgesik sesuai indikasi.
R/ : metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek otot.
3. Kekurangan volume cairan b/d output yang berlebihan
Tujuan : setelah diberikan askep selama …x 24 jam diharapkan intake dan output cairan dalam tubuh pasien seimbang dengan kriteri hasil :
 Turgor kulit normal
 Intake dan output cairan tubuh pasien seimbang
Intervensi :
Mandiri :
1. Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif/tak ada bunyi.
R/ : ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam 36-48 jam dimana makanan oral dapat dijumpai.
2. Perhatikan jumlah kalori, kaji ulang persen area permukaan tubuh terbuka/luka tiap minggu.
R/ : pedoman tepat ntuk pemasukan kalori tepat. Sesuai penyembuhan luka, persentase area luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.
3. Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering.
R/ : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
4. Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan membuat pilihan makanan/ minuman tinggi kalori/protein.
R/ : kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan,kebutuhan memenuhi metabolik, dan meningkatkan penyembuhan.
5. Berikan bersihan oral sebelum makan.
R/ : mulut/palatum bersih meningkatkan rasa dan napsu makan yang baik.
6. Lakukan pemeriksaan glukosa strip jari, klinites/asetes sesuai indikasi.
R/ : mengawasi terjadinya hiperglikemia sehubungan dengan perubahan hormonal/kebutuhan atau penggunaan hiperalimentasi untuk memenuhi kebutuhan kalori.
7. Pasang/pertahankan makanan sedikit melalui selang enterik/tambahan bila dibutuhkan.
R/ : memberikan makanan kontinu/tambahan bila pasien tidak mampu untuk menkonsumsi kebutuhan kalori total harian.
8. Awasi pemeriksaan laboraturium, contoh albumin serum,kreatinin, transferin, nitrogen urea urine.
R/ : indikator kebutuhan nutrisi dan keadekuatan diet/terapi.
9. Berikan insulin sesuai indikasi.
R/ : peningkatan kadar glukosa serum dapat terjadi sehungan dengan respon stres terhadap cedera, pemasukan tinggi kalori, kelelahan pankreas.
4. Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan aliran darah pasien ke jaringan perifer adekuat dengan kriteria hasil :
- nadi perifer teraba dengan kualitas dan kekuatan yang sama
- pengisian kapiler baik
- warna kulit normal pada area yang cedera
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji warna, sensasi, gerakan, dan nadi perifer.
R : pembentukan edema dapat terjadi secara cepat menekan PD sehingga mempengaruhi sirkulasi PD ke jaringan perifer
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit.
R : untuk meningkatkan aliran balik vena dan dapat menurunkan edema
3. Ukur TD pada ektremitas yang mengalami luka bakar
(untuk mengetahui kekuatan aliran darah ke daerah yang mengalami luka bakar)
4. Dorong latihan gerak aktif
R : untuk meningkatkan sirkulasi darah lokal dan sistemik
Kolaborasi
5. Pertahankan penggantian cairan
R : untuk meningkatkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan
6. Awasi elektrolit terutama natrium, kalium, dan kalsium
R : mengawasi terjadinya penurunan curah jantung
7. Hindari injeksi IM atau SC
R : perubahan perfusi jaringan dan pembentukan edema mengganggu absorpsi obat
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d katabolisme protein dan lemak ditandai dengan penurunan berat badan, mual dan muntah
Tujuan : setelah diberikan askep selama …x 24 jam diharapkan intake nutrisi pasien adekuat, dengan kriteria hasil :
• Berat badan meningkat
• Pasien mengatakan tidak mual lagi
• Pasien mengatakan nafsu makannya meningkat (habis 1 porsi).
Intervensi :
Mandiri:
1. Pertahankan jumlah kalori tetap dan timbang BB tiap hari, kaji ulang persen area permukaan tubuh terbuka /luka tiap minggu.
R/ : Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat. Sesuai penyembuhan luka, persentase area luka bakar di evaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.
2. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/: Membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan nutrisi
3. Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan untuk membuat pilihan makanan/minuman tinggi kalori/protein
R/ : Kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan, kebutuhan metabolik, dan meningkatkan penyembuhan.
4. Menciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
R/ : Lingkungan yang kondusif dapat meningkatkan nafsu makan
5. Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
R/ : Meningkatkan rasa dan nafsu makan
Kolaborasi :
1. Rujuk kepada ahli gizi
R/ : Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individu
2. Berikan diet TKTP
R/ : Membantu mempercepat proses penyembuhan luka
3. Pasang NGT
R/ : Memberikan makan melalui selang agar kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi jika pasien tidak bisa mengkonsumsi secara oral
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d katabolisme protein
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil :
 BB normal sesuai dengan usia
 Menunjukkan nutrisi yang adekuat ditunjukkan dengan massa otot terukur
Intervensi :
Mandiri :
1. Auskultasi bising usus
R : sebagai indikator adanya ileus paralitik
2. Pertahankan kalori tetap dan timbang BB tiap hari
R : menunjukkan keadekuatan nutrisi yang diberikan ke pasien
3. Ukur massa otot
R : sebagai indikator keefektifan terapi
4. Berikan makanan sedikit tapi sering
R : mencegah distensi gaster dan meningkatkan pemasukan
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
R : lingkungan yang kondusif dapat meningkatkan nafsu makan
6. Berikan kebersihan oral sebelum makan
R : meningkatkan rasa dan nafsu makan
Kolaborasi :
7. Rujuk kapada ahli gizi
R : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi pasien
8. Berikan diet TKTP
R : membantu mempercepat proses penyembuhan luka
9. Pasang NGT
R : memberikan makan melalui selang agar kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi jika pasien tidak bisa mengkonsumsi secara oral
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pasien menunjukkan regenerasi jaringan dengan kriteria hasil :
 Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji/catat ukuran,warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar Kulit
R/ : memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area graft.
2. Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
R/ : menyiapkan jarinagan untuk penanaman dan menurunkan risiko infeksi/kegagalan graft.
Kolaborasi :
Siapkan/bantu prosedur bedah/balutan biologis, contoh:
1. homograft (allograft)
R/ : graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri atau orang yang sudah meninggal (donor mati) digunakan untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam (test graft), untuk menutup luka terbuka secara cepat setelah eskarotomi untuk melindungi jaringan granulasi.
2. Heterograft (xenogratf, porcine)
R/ : kulit graft diambil mungkin dari binatang denganpenggunaan yang sama untuk homograft atau untuk autograft yang berlubang.
3. Autograft
R/ : kulit graft diambil dari bagian pasien yang tak cedera; mungkin ketebalan penuh atau ketebalan parsial.
8. Kerusakan pertukaran gas b/d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap, obstruksi saluran nafas atas.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pertukaran gas pasien menjadi adekuat dengan kriteria hasil :
 Tidak ada dispnea, frekuensi respirasi 12-20x/menit, penggunaan otot bantu tidak ada, tidak sianosis, tidak ada tanda gelisah dan agitasi, auskultasi paru bersih, nilai oksimetri>96%, kadar analisa gas darah dalam keadaan normal.
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi adanya dispne dan auskultrasi paru, perhatikan adanya suara nafas abnormal ( mengi,stridor,penurunan bunyi nafas)
R/ : obstruksi jalan nafas/ distress pernafasan dapat terjadi cepat atau lambat selama 48 jam paska luka bakar.
2. Awasi frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu nafas dan sianosis
R/ : Takipnea , penggunaan otot bantu nafas dan adanya sianosis menunjukkan distress pernafasan /edema paru dan membutuhkan intervensi medik
3. Awasi adanya perubahaan perilaku/mental ( agitas,gelisah)
R/ : perubahan kesadaran menunjukkan terjadinya atau memburuknya hipoksia
Kolaborasi :
1. pemberian oksigen
R/ : memberikan kelembaban pada jaringan yang cedera.
2. pemantauan oksimetri dan analisa gas darah
R/ : peningkatan pCO2 dan penurunan pO2 serta saturasi O2 dapat menunjukkan perlunya ventilasi mekanik.
9. Kerusakan mobilitas fisik b/d edema.nyeri, kontraktur persendian, penurunan ketahanan dan kekuatan otot, terapi pembatasan.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pencapaian mobilitas fisik yang optimal dengan kriteria hasil :
 pasien mampu beraktivitas, tidak terjasi kontraktur, edema berkurang /tidak ada, turut beraktivitas sehari-hari sesuai kemampuan.
Intervensi
Mandiri :
1. kaji adanya edema dan perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensansi jari secara sering.
R/ : edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas mempotensialkan nekrosis jaringan / terjadinya kontraktur
2. beri obat sebelum beraktivitas /latihan
R/ : menurunkan kekuatan otot/jaringan dan tegangan sehingga memampukan pasien lebih aktif dan mampu partisipasi
3. dorong partisipasi pasien sehari-hari sesuai kemampuan individu
R/ : meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri dan membantu proses perbaikan .
10. Hipertermi b/d peningkatan metabolisme tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan suhu dalam batas normal, dengan kriteria hasil :
 Suhu pasien 36-37
 Pasien tidak kedinginan
 Tidak ada komplikasi
Intervensi :
Mandiri :
1. Pantau suhu pasien, perhatikan menggigil / diaforesis
R/ : suhu 38,8 – 41,1o C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis. Penggunaan antipiretik mengubah pola demam dan dapat dibatasi sampai diagnosis dibuat atau bila demam tetap lebih besar dari 38,9 C
2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
R/ : suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol
R/ :D apat membantu mengurangi demam. Penggunaan air es atau alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual.Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit. kesadaran.
Kolaborasi
1. Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin) , asetaminofen (tylenol)
R/ :D igunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi
2.Berikan selimut pendingin.
R/ :D igunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5- 40 C pada waktu terjadi kerusakan atau gangguan pada otak
11. Defisit perawatan diri b/d penurunan ketahanan dan kekuatan otot
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan rasi jaringan pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dengan kriteria hasil :
 Pasien mampu melakukan ADL secara mandiri
Intervensi :
Mandiri :
1. kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi
R/: mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobi;litas fisik
2. Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap hari.
R/: Menentukan kemampuan mobilisasimengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobilitas fisik
3. lakukan latihan ROM
R/: Mencegah terjadinya kontraktur.
4. ganti posisi tiap 2 jam sekali
R/: Penekanan terus-menerus menimbulkan dekubitus
12. Gangguan citra tubuh b/d kecacatan,kehilangan barier kulit ditandai dengan perasaan negatif tentang diri sendiriketakutan/penolakan berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pasien menyatakan penerimaan situasi diri, dengan kriteria hasil :
 Bicara dengan keluarga/orang terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi.
 Membuat tujuan realitas/rencana untuk masa depan.
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat
R/ : Traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tidak diantisipasi, membuat perasaan kehilangan pada kehilangan aktual/yang dirasakan. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal.
2. Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam keterbatasan.
R/ : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat.
3. Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorongan usaha untuk mengikuti tujuan rehabilitasi.
R/ : Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif.
Kolaborasi :
1. Konsul ke psikiatrik, contoh klinik spesialis perawat psikiatrik, psikologis sesuai kebutuhan
R/:Membantu dalam identifikasi cara/alat untuk meningkatkan/mempertahankan kemandirian. Pasien dapat memerlukan bantuan lanjut untuk mengatasi masalah emosi.
13. Risiko infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan risiko infeksi tidak menjadi aktual, dengan kriteria hasil :
- Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Kadar WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/UL
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji tanda- tanda infeksi
R : mengetahui dini terjadinya infeks
2. Batasi jumlah pengunjung.
R : mengurangi kontaminasi silang.
3. Jaga asepsis selama pasien berisiko.
R : meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi
4. Sediakan perawatan kulit pada area yang edema
R : perawatan kulit pada area yang edema dapat membantu mencegah terjadinya infeksi yang lebih luas.
5. Inpeksi kulit dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi atau drainase
R/: apabila kulit kembali kemerahan dan terdapat drainase purulen menandakan terjadi prosesinflamasi bakteri.
6. Inpeksi kondisi luka/bekas operasi.
R : Mencegah terjadinya infeksi yang lebih luas
7. Dorong intake cairan.
R : mempertahankan keseimbangan cairan untuk mendukung perfusi jaringan.
8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
R: mempertahankan keseimbangan nutrisi untuk mendukung perpusi jaringan dan memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan
9. Dorong istirahat
R : Mencegah kelelahan/ terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping terhadap ketidaknyamanan
10. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi.
R : Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
Kolaborasi :
11. Berikan antibiotic sesuai indikasi.
R : antibiotic dapat menghambat proses infeksi
12. Monitor absolute granulosit, WBC ,dan hasil normal.
R: WBC merupakan salah satu data penunjang yang dapat mengidentifikasi adanya bakteri di dalam darah. Sel darah putih akan meningkat sebagai kompensasi untuk melawan bakteri yang mnginvasi tubuh.
14. Pk : tukak curling
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi distensi abdomen pada pasien dengan kriteria hasil :
 Tidak Terjadi distensi abdomen , bising usus yang normal dalam waktu 48 jam ,hasil aspirasi lambung dan feses tidak mengandung darah.
Intervensi
Mandiri :
1. kaji aspirasi lambung untuk menentukan pH dan adanya darah
R/ : pHnya yang asm menunjukkan perlunya pemberian preparat antasid atau penyekat histamin keberadaan darah menunjukkan kemungkinan pendrahaan.
2. kaji feses untuk mendeteksi darah
R/ : darah dalam feses dapat menunjukkan luka pada lambung atau duodenum.
3. berikan preparat penyekat histamin dan entasid sesui program medik.
R/ : pengobatan semacam itu akan mengurangi keasaman lambung dan resiko terjadinya ulserasi.
15. Pk : gagal ginjal akut
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gagal ginjal akut tidak terjadi /teratasi dengan kriteria hasil :
 haluaran urine memadai ( 0,5-1 ml/kgBB/jam ), warna urin kuning jernih, kadar BUN dan kretinin dalam batas normal.
Intervensi :
Mandiri :
1. pantau haluaran urin, warna urin dan kadar BUN dan kretinin
R/ : nilai ini menunjukkan fungsi ginjal.
2. laporkan penurunan haluaran urin dan warna urin merah sampai kehitaman atau peningkatan BUN dan kreatinin.
R/ : nilai laboratorium ini menunjukkan gagal ginjal.
3. pemberian cairan dengan jumlah yang ditingkatkan.
R/ : cairan membantu mebilas pengeluaran hemoglobin serta bioglobin dari dalam tubulus renal dan mengurangi kemungkinan terjadi gagal ginjal.
15. PK hipoglikemia
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan kebutuhan glukosa pasien terpenuhi, dengan criteria hasil :
 blood sugar pasien dalam rentang normal 80-100 mg/dl puasa, 100-120 2 jam PP
 Menunjukkan peningkatan kesadaran pasien
Intervensi :
Mandiri :
1. Pantau gula darah sewaktu pasien tiap jam
R/ :Untuk mengetahui kadar gula darah dan menentukan intervensi selanjutnya
Kolaborasi :
1. Pemberian larutan gula melalui IV atau NGT
R/ :Untuk mencukupi kebutuhan glukosa pasien
2. Lakukan konsultasi dengan ahli diet
R/ :Sangat barmanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat dalam
rencana perawatan.
Evaluasi
Evaluasi yang dibuat bisa dalam bentuk formatif dan sumatif ( SOAP) evaluasi yang dilakukan berdasarkan pencapaian yang dilakukan sesuai kriteria hasil / kriteria evaluasi yang dibuat dalam rencana perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito-Moyet, Linda Jual. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakite Edisi 5. Jakarta : EGC
Santosa Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika
Smeltzer, 2002 . Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. ECG : Jakarta



PERTOLONGAN PERTAMA LUKA BAKAR

Delapan puluh persen kecelakaan yang menyebabkan luka bakar terjadi di
rumah. Dan siapa yang lebih banyak menjadi korban? Ternyata anak-anak. Entah
karena terkena air panas, tumpahan kuah sayur, kopi, lidah api dan lain
sebagainya.
Luka bakar yang terjadi bisa tergolong ringan sampai parah. Yang ringan,
istilahnya luka bakar derajat I. Kerusakan kulit terbatas hanya pada bagian
luar, yaitu kulit ari. Kulit menjadi kemerah-merahan, kering dan tidak
sampai menggelembung. Dan biasanya bisa sembuh dalam waktu 5 - 10 hari.
Yang tergolong luka bakar derajat II, atau sedang, luka bakarnya sampai ke
bawah bagian kulit ari, yaitu kulit jangat. Selain kulit kemerahan, terasa
nyeri yang sangat, dan timbul gelembung cairan kuning. Luka bakar ini baru
sembuh setelah 10 hari sampai 1 bulan atau lebih, tergantung luas dan
dalamnya bagian yang terkena.
Dan yang tergolong parah, derajat III. Luka bakarnya merasuk dalam sampai ke
arah otot dan tulang. Luka pun berwarna pucat sampai hitam. Pada kadaan ini,
bagian yang terkena nantinya akan mati rasa karena luka bakar telah merusak
ujung syarafnya. Biasanya luka tidak bisa sembuh sendiri, tetapi perlu
ditutup dengan kulit yang diambil dari bagian tubuh yang masih sehat.

Bagaimana cara menolong penderita?
1--Untuk luka bakar kecil kita tak perlu terlalu kuatir. Yang selalu perlu
dilakukan ialah menjaga luka tersebut agar tidak berkembang menjadi infeksi.
Pertolongan yang baik ialah segera merendam bagian yang terkena dengan air
dingin.
2--Jauhkan penderita dari sumber panas. Andaikan ia terjilat api, ingatkan
dia untuk berguling-guling, bukannya berlari karena tindakan ini justru akan
membesarkan nyala apinya. Siram penderita dengan air atau selimuti dengan
kain basah.
3--Luka bakar akibat terkena zat kimia, harus segera dicuci dengan air
sebanyak-banyaknya. Lebih baik lagi mencucinya di bawah kran air.

Yang tidak boleh dilakukan:
1--Jangan sekali-kali mengobati luka bakar dengan mempergunakan mentega,
minyak, garam, kecap, air kapur dan lain sebagainya. Bahan-bahan tersebut
bisa mengakibatkan infeksi. Yang paling tepat, luka bakar ringan dan sedang
ditolong dengan caramenyiram atau merendamnya dalam air dingin.
2--Jangan memecahkan gelembung kulit yang timbul akibat luka bakar. Ini pun
untuk mencegah terjadinya infeksi.
3--Jangan membalut luka dengan kapas absorbent karena akan melekat pada
luka. Untuk luka bakar ringan dan sedang, tutup luka dengan balutan kering.
Pertolongan bagi penderita luka bakar berat:
1--Segera bungkus penderita dengan kain bersih dan bawa ke rumah sakit.
2--Buka baju penderita dengan hati-hati, yaitu dengan cara menggunting baju
yang melekat pada luka bakar. Jangan menariknya.
3--Bila penderita sadar, berikan larutan Moyen, yaitu campuran 1 liter air +
5 gram garam dapur (NaCl) + 4 gram soda kue (NaHCO3). Berikan
sedikit-sedikit agar pasien tidak muntah.
4--Jika penderita kehilangan kesadaran, periksa penafasan dan denyut
nadinya. Apabila ada gangguan, lakukan resusitasi jantung paru dan
pernafasan buatan.

Pertolongan untuk penderita akibat kecelakaan listrik:
Bila seseorang terkena aliran listrik, yang pertama-tama harus dilakukan
adalah memutuskan aliran listrik itu selekas mungkin. Putuskan alirannya
dengan menarik steker dari kontaknya atau melepaskan sekering. Lalu lepaskan
penderita dari barang yang mengandung aliran listrik dengan menggunakan
banda yanng tidak menghantarkan aliran listrik. Mislanya; sepotong dahan
kering atau papan. Penolong pun harus terisolasi, mmilanya dengan berdiri di
atas papan kering, tumpukan koran atau pakaian kering.
Setelah kontak dengan aliran listrik terputus, segera periksa pernafasan dan
denyut jantung korban. Sementara memanggil dokter, segera lakukan resusitasi
jantung paru jika denyut jantung tak terasa.

Jumat, 02 Juli 2010

Sindrom Stevens-Johnson

PUSPITA WATI
04.07.1817




Definisi
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, sindrom Stevens-Johnson,  biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada efek samping yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik ( toxic epidermal necrolysis/TEN). Ada juga bentuk yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sekarang sindrom ini dikenal sebagai eritema multiforme mayor.20

Patofisiologi
SSJ adalah hipersensitifitas yang disebabkan oleh pembentukan sirkulasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus, dan keganasan. Pada lebih dari setengah kasus, tidak didapatkan adanya penyebab yang spesifik.20
Gejala klinik
Secara tipikal, penyakit ini dimulai dengan infeksi saluran pernapasan atas yang nonspesifik. Hal ini merupakan bagian dari gejala prodromal yang berlangsung selama 1-14 hari yaitu demam, radang tenggorokan, sakit kepala, dan malaise. Muntah dan diare kadang merupakan gejala prodromal. Lesi mukokutaneus berkembang secara tiba-tiba. Lesinya bersifat nonpruritus. Riwayat demam bisa terjadi akibat terkena infeksi, namun demam telah dilaporkan terjadi pada lebih 85% kasus. Keterlibatan membrane mukosa oral bisa membuat pasien mengalami kesulitan dalam makan dan minum. Pasien yang mempunyai keterlibatan dalam genitourinary bisa mengeluhkan disuria. Gejala tipikal tersebut diatas diikuti dengan batuk produktif dengan sputum purulen tebal, sakit kepala, mialgia dan artralgia. Rash dimulai dengan macula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bulla, plak urtikaria, atau eritema yang konfluen.20
Penyebab SJS berupa:
• Obat-obatan dan keganasan merupakan etiologi pada dewasa dan orang tua.
• Pada kasus anak proses infeksi merupakan penyebab yang etrsering dibandingkan keganasan atau reaksi obat.
• Obat-obatan seperti sulfa, fenitoin, atau penisilin telah diketahui sebagai penyebab pada dua pertiga pasien dengan SSJ.
• Lebih setengah pasien dengan SSJ melaporkan infeksi saluran napas bagian atas
• Keempat kategori etiologi adalah (1)infeksi, (2)obat-obatab, (3)keganasan, dan (4)idiopatik.20

Pemeriksaan laboratorium:
• Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dalam penegakan diagnosis.
• CBC (complete blood count) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebakan karena infeksi bakteri.
• Kultur darah, urin, dan luka merupakan indikasi bila dicurigai penyebab infeksi.20
Tes lainnya:
• Biopsi kulit merupakan pemeriksaan diagnostik tapi bukan merupakan prosedur unit gawatdarurat.
• Biopsi kulit memperlihatkan bulla subepidermal
• Adanya nekrosis sel epidermis
• Infiltrasi limfosit pada daerah perivaskular.20
Penatalaksanaan:
• Perawatan prehospital: paramedis harus mengetahui adanya tanda-tand kehilangan cairan berat dan mesti diterapi sebagai pasien SJS sama dengan pasien luka bakar.
• Perawatan gawatdarurat:
• Perawatan gawatdarurat harus diberikan penggantian cairan dan koreksi elektrolit.
• Luka kulit diobati sebagai luka bakar.
• Pasien SSJ semestinya diberikan perhatian khusus mengenai jalan nafas dan stabilitas hemodinamik, status cairan, perawatn luka dan kontrol nyeri.
• Penatalaksanaan SJS bersifat simtomatik dan suportif. Mengobati lesi pada mulut dangan mouthwashes, anestesi topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri. daerah yang mengalami pengelupasan harus dilindungi dengan kompres salin atau burrow solution
• Penyakit yang mendasari dan infeksi sekunder perlu diidentifikasi dan diterapi. Obat penyebab harus dihentikan.
• Penggunaan obat-obat steroid sistemik masih kontroversial.

Kamis, 01 Juli 2010

Kisi-kisi

Hormone hipofise, gambaran klinis sindrom chusing, data volume cairan kurang dari kebutuhan pada klien diabetes insipidus, intervensi pembedahan tumor hipofise, tanggung jawab perawat klien chemotherapy.

Pengkajian pada pasien di poli kulit, Steven jonhson dan diagnosa keperawatan, luka bakar dan cara menentukan derajat, manajemen acne vulgaris, stroke dan penanganannya.

Senin, 28 Juni 2010

Patogenesis dan Gejala Klinis Tumor Hipofisis

Ni Putu Ari Wijayanti
F/KP/VI
04.07.1855

Hingga saat ini dikenal 2 hipotesis tentang asal tumor hipofisis yaitu: 1).Adanya kelainan intrinsik dalam kelenjar hipofisis sendiri, 2). Sebagai hasil stimulasi yang terus menerus oleh hormon hipotalamus atau faktor.
Kemajuan biologi molekuler membuktikan tumor ini berasal dari monoklonal, yang timbul dari mutasi sel tunggal diikuti oleh ekspansi klonal. Neoplasia hipofisis merupakan proses multi-step yang meliputi disregulasi pertumbuhan sel atau proliferasi, diferensiasi dan produksi hormon. Ini terjadi sebagai hasil aktifasi fungsi onkogen setelah inaktifasi gen tumor supresor. Proses aktivasi fungsi onkogen merupakan hal yang dominan, karenanya gangguan allel tunggal dapat menyebabkan perubahan fungsi sel.
Inaktifasi tumor supresor bersifat resesif, karenanya kedua gen allel harus terlibat untuk mempengaruhi fungsi seluler. Heterogenitas defek genetik ditemukan pada adenoma hipofisis sesuai dengan proses neoplastik multi step.
Abnormalitas protein G, penurunan ekspresi protein nm23, mutasi ras gen, delesi gen p53, 14 q, dan mutasi, kadar c-myc onkogen yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan adenoma kelenjar hipofisis.
Penelitian in vitro membuktikan peranan estrogen dalam menginduksi terjadinya hiperplasia hipofisis dan replikasi laktotroph. Terbukti produk PTTG (Pituitary tumor transforming gene) menyebabkan transformasi aktifitas dan menginduksi sekresi dasar bFGF, sehingga memodulasi angiogenesis hipofisis dan formasi tumor. PTTG ini diinduksi oleh estrogen.

Secara garis besar, gejala tumor hipofisis dapat dibagi:
1. Tanda dan gejala yang berhubungan atau disebabkan oleh produksi hormon yang berlebihan, misalnya tanda dan gejala hiperkortisolemia pada pasien dengan adenoma sekresi ACTH, atau tanda akromegali pada pasien dengan adenoma sekresi GH.
2. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan efek mekanik perluasan tumor dalam sela tursika, misalnya nyeri kepala, gangguan penglihatan dan kelumpuhan saraf kranial. Nyeri kepala merupakan gejala awal yang sering terjadi dan sebagai akibat terjadinya peregangan dari diafragma sella, nyeri kepala biasanya bitemporal, periorbital atau menjalar ke verteks dan besarnya massa tidak berhubungan dengan derajat nyeri kepala. Gangguan penglihatan dapat pula terjadi karena adanya penekanan pada jaras visual anterior dan hemianopia bitemporal inkongruen merupakan defisit penglihatan yang klasik. Defisit penglihatan yang terjadi tergantung dari letak kiasma (prefixed, normal atau postfixed), ukuran, progresifitas serta lamanya penyakit. Gangguan lapang pandang ini mempunyai beberapa variasi tergantung dari posisi kiasma optikum, bentuk dan ukuran sella, arah pertumbuhan tumor maupun distribusi dari serabut saraf dalam kiasma yang menyilang dan membentuk lekuk (loops). Pada kiasma letak normal umumnya terjadi hemianopia bitemporal, pada tipe postfixed terjadi gangguan pada satu atau kedua saraf optik, sedangkan pada tipe prefixed terjadi gangguan pada traktus optiknya. Pada pertumbuhan tumor hingga melibatkan hipotalamus dapat disertai gangguan fungsi endokrin, keseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan regulasi termal maupun otonom sedangkan pertumbuhan pada arah lateral dapat mempengaruhi struktur dalam sinus kavernosus.
3. Tanda dan gejala kegagalan fungsi normal hipofisis (misalnya parsial atau panhipopituitarisme). Ini hampir selalu terlihat pada pasien dengan makroadenoma.

Prolactin Secreting Adenomas

- Wanita lebih sering dari pria dengan perbandingan 10:1 akan tetapi setelah dekade ke-5 sama banyak.
- Wanita lebih sering dengan mikroadenoma, pria cenderung dengan makroadenoma.
- Pada wanita hiperprolaktinemia dapat menyebabkan oligomenore, amenore maupun galaktorea. Pada pria impotensi dan libido menurun.
- Gejala-gejala akibat efek mekanik tumor.
- Gejala hipopituitarisme terlihat pada makroadenoma.
- Hiperprolaktinemia menyebabkan periode panjang hipogonadism yang mengakibatkan densitas mineral tulang menurun dan osteoporosis.
- Laboratorium: Peningkatan konsentrasi serum prolaktin. Pada prolaktinoma, konsentrasi serum > 200 ng/l, sedangkan pada prolactin secreting adenoma biasanya antara 100-200 ng/l .

GH-secreting Adenomas atau adenoma somatorotroph
- Pada orang dewasa biasanya dengan sindroma klinis akromegali, sedangkan pada anak dengan gigantisme.
- Prevalensi DM, hipertensi, kelainan kardiovaskuler, dan saluran pernapasan meningkat pada pasien dengan akromegali.
- Kebanyakan pasien dengan sekresi GH berlebihan setelah 5-10 tahun mengalami perubahan berupa pertumbuhan tulang yang berlebihan, pembengkakan jaringan halus, perubahan kulit, DM, hipertensi dan gejala kardiovaskuler lainnya. Beberapa pasien mengalami gangguan tidur dan hipopituitarism, selain itu nyeri kepala dan gejala visual.
- Sekitar 30% pasien adenoma mengalami hiperprolaktinemia karena kosekresi GH dan prolaktin oleh tumor atau sekunder karena kompresi pembuluh darah portal.
- Pada pasien dengan akromegali biasanya ditemukan galaktore, walaupun konsetrasi serum prolaktin normal.
- Pasien akromegali beresiko tinggi terjadi polip kolon dan kanker kolon.
- Standar diagnostik dengan pemeriksaan respons GH terhadap glukosa. Pemeriksaan yang lain adalah IGF-I (Insulin like Growth Factor I) untuk diagnostik biokimia akromegali.

Corticotropin-secreting Pituitary Adenomas atau adenoma kortikotroph
- Kebayakan ditemukan pada wanita dengan rasio 8:1, insiden tertinggi pada dekade ke 3-4.
- ACTH-secreting pituitary adenomas merupakan penyebab tersering hiperkortisolism endogen, sekitar 65-70% dari seluruh kasus sindroma Cushing.
- Walaupun jinak tapi lebih infasiv, sehingga kebanyakan pasien mengalami nyeri kepala dan kelainan visual.
- Gejala hiperkortisolism, yaitu obesitas sentral, mudah memar, miopati proksimal, striae, hipertensi, hirsutism, haid tidak teratur, perubahan mood, peningkatan lemak supraklavikuler dan dorso-servikal, luka yang sulit sembuh, osteoporosis dan hiperglikemi. Hipokalemi ditemukan pada 20-25% pasien dengan sindroma Cushing.
- Untuk memastikan diagnosis hiperkortisolism dan sindrom Cushing atau pseudoCushing dilakukan tes CRH-deksametason. Diberikan deksametason 0,5 mg oral tiap 6 jam selama 24 jam diikuti pemberian CRH bolus IV. Didiagnosis sindrom Cushing bila serum kortisol lebih dari 1.4ng/dl 15 menit setelah pemberian CRH.

Gonadotroph Pituitary Adenomas atau adenoma gonadotroph
- Tumor ini disebut non fungsional atau nonsekresi, tapi sebenarnya terdapat sekresi follicle stimulating hormone (FSH) atau luteinizing hormone (LH) atau keduanya, tapi dalam jumlah minimal.
- Biasanya berukuran besar (>10 mm) dan sering berekstensi melewati sela tursika.
- Gejala klinis umumnya berhubungan dengan efek mekanik, meliputi gangguan visual (penurunan tajam penglihatan, penyempitan lapang pandang dan gangguan gerakan bola mata), nyeri kepala dan hipopituitarism.
- Kadang-kadang ditemukan peningkatan produksi LH. Pada pria terdapat peningkatan serum testosteron dan peningkatan libido, pada wanita berupa sindroma hiperstimulasi ovarium (peningkatan estradiol, kista ovarium multiple dan hiperplasia endometrium).
- Kebanyakan pasien dengan tanda dan gejala hipopituitarism, karena tumor ini berukuran besar.
- Peningkatan LH setelah stimulasi TRH merupakan tanda spesifik adenoma gonadotroph.



Jumat, 25 Juni 2010

ASKEP DIABETES INSIPIDUS

NAMA : DYAN KARNAWATI
KELAS ; F/KP/VI
NIM : 04.07.1794

ASKEP DIABETES INSIPIDUS

DEFENISI
Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak yang disebabkan oleh dua hal
@ Gagalnya pengeluaran vasopressin
@ Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal – renal reflex sehingga mengakibatkan
kegagalan tubuh dalam mengkoversi air .

GEJALA KLINIS
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak , dapat mencapai 5 – 10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah , berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia , biasanya tidak terdapat gejala –gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohypophyseal renal reflex .

PATOGENESIS
Secara patogenesis diabetes insipidus di bagi atas dua , yaitu,. diabetes insipidus sentralis dan diabetes
insipidus nefrogenik.
Diabetes Insipidus Sentralis ( DIS )
DIS disebabkan oleh berapa hal diantaranya adalah :
@ pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis
@ sintesis ADH terganggu
@ kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular
@ Gagalnya pengeluaran Vasopresin

PATOFISIOLOGI
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma kan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu
dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa
DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.



ETIOLOGI
Ada beberapa keadaan yang mengakibatkan diabetes insipidus sentral , termasuk di dalamnya adalah tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus, oklusi pembuluh darah pada
ntraserebral, dan penyakit-penyakit granuomatosa.

GEJALA KLINIK
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan peningkatan
konsentrasi zat-zat terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus.
Diabetes Nefrogenik ( DI )
DIN adalah diabetes insipidus yang tidak responsive terhadap ADH eksogen

ETIOLOGI
Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu
1.Penyakit ginjal kronik
Penyakit ginjal polikistik
Medullary cystic disease
Pielonefretis
Obstruksi ureteral
Gagal ginjal lanjut
2.Gangguan elektrolit
Hipokalemia
Hiperkalsemia
3 Obat -obatan
litium
demoksiklin
asetoheksamid
tolazamid
glikurid
propoksifen
4 penyakit sickle cell
5 gangguan diet

DIAGNOSIS
Ada sebuah cara untuk mendiagnosa penyebab suatu poliuria adalah akibat Diabetes Insipidus, bukan karena penyakit lain. Caranya adalah dengan menjawab tiga pertanyaan yang dapat kita ketahui dengan anamnese pemeriksaan.
Pertama, apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah pemasukan bahan tersebut (dalam hal ini air) yang berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang berlebihan. Bila pada anamnesa ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka wajar apabila poliuria itu terjadi.
Kedua, apakah penyebab poliuria ini adalah factor renal atau bukan. Poliuria bisa terjadi pada penyakit gagal ginjal akut pada periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada riwayat oligouria (sedikit kencing).
Ketiga, Apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air tanpa atau dengan zat-zat yang terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat Diabetes Insipidus mengeluarkan air murni, namun tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai bahwa poliuria tersebut
akibat DM yang merupakan salah satu Differential Diagnosis dari Diabetes Insipidus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidua, maka harus melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis Diabetes Insipidus yang
dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa
pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:
1.Hickey Hare atau Carter-Robbins
2.Fluid deprivation
3.Uji nikotin
Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau konsentrasi
urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada
Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik
tidak terjadi apa-apa.



PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada Diabetes Insipidus harus sesuai dengan gejala yang ditimbulkannya. Pada pasien DIS
parsial mekanisme haus yang tanpa gejala nokturia dan poliuria yang mengganggu tidur dan aktivitas
sehari-hari tidak diperlukan terapi khusus.
Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti (hormonal replacement)
DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama. Selain itu, bisa juga
digunakan terapi adjuvant yang mengatur keseimbangan air, seperti:
Diuretik Tiazid
Klorpropamid
Klofibrat
Karbamazepin