Selasa, 30 Maret 2010

asuhan keperawatan pada karsinoma tiroid

By : LATIFAH AGUSTINI

F/KP/VI

04.07.1809

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KARSINOMA TIROID

Karsinoma tiroid termasuk kelompok penyakit keganasan dengan prognosis relatif baik namun perjalanan klinisnya sukar diramalkan. Klien dengan Ca Tiroid mengalami stres dan kecemasan yang tinggi. Perawat memperoleh data dasar klien berdasarkan tingkat pengetahuannya mengenai penyakit, coping skills dan dari hubungan keluarga. Perawat menganjurkan klien untuk mengungkapkan rasa takutnya dan mendiskusikan penyakitnya.

Gambaran Histologis

Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi:

  1. Karsinoma Folikuler.
  2. Karsinoma Papilar.
  3. Karsinoma Medular.
  4. Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).
  5. Lain-lain.

Menurut Mc Kenzi (1971), ada 4 tipe jaringan karsinoma tiroid yang berbeda yang dipakai untuk pelaksanaan sehari-hari, yaitu:

  1. Karsinoma Tiroid Papilar.
  2. Karsinoma Tiroid Folikular.
  3. Karsinoma Tiroid Medular.
  4. Karsinoma Tiroid Anaplastik.

Manifestasi klinik awal dari karsinoma tiroid adalah berbentuk menyendiri dan suatu nodul dikelenjar tiroid yang tidak menimbulkan rasa sakit. Tanda dan gejala tambahan tergantung pada ada tidaknya metastase serta lokasi metastase (penyebaran sel kanker) itu sendiri.

  1. KARSINOMA PAPILAR

Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak pada wanita atau kelompok usia diatas 40 tahun. Karsinoma Papilar merupakan tumor yang perkembangannya lambat dan dapat muncul bertahun-tahun sebelum menyebar ke daerah nodes limpa. Ketika tumor terlokalisir di kelenjar tiroid, prognosisnya baik apabila dilakukan tindakan Tiroidektomi parsial atau total.

  1. KARSINOMA FOLIKULAR

Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang ada, terutama mengenai kelompok usia diatas 50 tahun. Menyerang pembuluh darah yang kemudian menyebar ke tulang dan jaringan paru. Jarang menyebar ke daerah nodes limpa tapi dapat melekat/menempel di trakea, otot leher, pembuluh darah besar dan kulit, yang kemudian menyebabkan dispnea serta disfagia. Bila tumor mengenai “The Recurrent Laringeal Nerves”, suara klien menjadi serak. Prognosisnya baik bila metastasenya masih sedikit pada saat diagnosa ditetapkan.

  1. KARSINOMA MEDULAR

Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5 – 10 % dari seluruh karsinoma tiroid dan umumnya mengenai orang yang berusia diatas 50 tahun. Penyebarannya melewati nodes limpa dan menyerang struktur di sekelilingnya. Tumor ini sering terjadi dan merupakan bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) Tipe II yang juga bagian dari penyakit endokrin, dimana terdapat sekresi yang berlebihan dari kalsitonin, ACTH, prostaglandin dan serotonin.

  1. KARSINOMA ANAPLASTIK

Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar biasa agresif. Kanker jenis ini secara langsung menyerang struktur yang berdekatan, yang menimbulkan gejala seperti:

- Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring)

- Suara serak

- Disfagia

Prognosisnya jelek dan hampir sebagian besar klien meninggal kira-kira 1 tahun setelah diagnosa ditetapkan. Klien dengan diagnosa karsinoma anaplastik dapat diobati dengan pembedahan paliatif, radiasi dan kemoterapi.

Gambaran Klinis

Kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid didasarkan pada observasi yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis dan dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan rendah. Yang termasuk kecurigaan tinggi adalah:

- Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.

- Pertumbuhan tumor cepat.

- Nodul teraba keras.

- Fiksasi daerah sekitar.

- Paralisis pita suara.

- Pembesaran kelenjar limpa regional.

- Adanya metastasis jauh.

Kecurigaan sedang adalah:

- Usia <> 60 tahun.

- Riwayat radiasi leher.

- Jenis kelamin pria dengan nodul soliter.

- Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar.

- Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.

Kecurigaan rendah adalah: tanda atau gejala diluar/selain yang disebutkan diatas.

Secara klinis karsinoma tiroid dibagi menjadi kelas-kelas, yaitu:

I. Infra Tiroid.

II. Metastasis Kelenjar Limpa Leher.

III. Invasi Ekstra Tiroid.

IV. Metastasis Jauh.

Gejala klinis yang dijumpai dapat berupa penekanan organ sekitar, gangguan dan rasa sakit waktu menelan, sulit benafas, suara serak, limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasi jauh. Paling sering ke paru-paru, tulang dan hati.

Penatalaksanaan

  1. Operasi (Tiroidektomi).
  2. Radiasi internal/eksternal.
  3. Kemoterapi.
  4. Hormonal.
  5. Lain-lain.

Evaluasi

Dilakukan dengan pemeriksaan sidik seluruh tubuh, dikombinasi dengan pemeriksaan kadar tiroiglobulin (Tg) serum secara berkala pada 3-6 bulan pertama. Tg dipengaruhi oleh TSH dan cenderung meningkat bila masih ada sisa kelenjar tiroid. Kadar Tg kurang dari 1 ng ml selama hormon dihentikan, menunjukkan terapi ablasi telah berhasil. Tg dianggap sebagai pertanda karsinoma tiroid yang cukup sensitif tetapi tidak spesifik. Pemeriksaan kadar kalsitonin untuk karsinoma medular merupakan petunjuk adanya metastasis.

Evaluasi berkala sangat penting karena karsinoma tiroid yang sudah dinyatakan berhasil ablasinya ternyata setelah 5-10 tahun proses keganasan bisa timbul kembali. Dianjurkan kontrol 1 tahun untuk 5 tahun pertama setelah dinyatakan ablasi total berhasil, kemudian tiap 2 tahun sekali.

Laboratorium dan Radiologi

- DL

- SGOT

- SGPT

- BSH

- > 40 tahun EKG

- Foto Servikal ® Foto Thoraks

- BMR (Basal Metabolic Rate) ® 3 hari berturut-turut pada malam hari.

- Pemeriksaan T3 dan T4.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul:

- Diagnosa Pre Operasi:

1. Ansietas berhubungan dengan faktor kurang pengetahuan tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, takut tentang beberapa aspek pembedahan.

Tujuan : Klien mengungkapkan ansietas berkurang/hilang.

Kriteria evaluasi: Klien melaporkan lebih sedikit perasaan gugup, mengungkapkan pe-mahaman tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, postur tubuh riileks.

Rencana Tindakan:

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1.

2.

3.

4.

5.

Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi, termasuk test laboratorium pra op, persiapan kulit, alasan status puasa, obat-obatan pre op, aktifitas area tunggu, tinggal diruang pemulihan dan program pasca operasi. Informasikan klien bahwa obatnya tersedia bila diperlukan untuk mengontrol nyeri, anjurkan untuk memberitahu nyeri dan meminta obat nyeri sebelum nyerinya bertambah hebat.

Informasikan klien bahwa ada suara serak & ketidaknyamanan menelan dapat dialami setelah pembedahan, tetapi akan hilang secara bertahap dengan berkurangnya bengkak ± 3-5 hari.

Ajarkan & biarkan klien mempraktekkan bagaimana menyokong leher untuk menghindari tegangan pada insisi bila turun dari tempat tidur atau batuk.

Biarkan klien dan keluarga mengungkapkan perasaan tentang pengalaman pembedahan, perbaiki jika ada kekeliruan konsep. Rujuk pertanyaan khusus tentang pembedahan kepada ahli bedah.

Lengkapi daftar aktifitas pada daftar cek pre op, beritahu dokter jika ada kelainan dari test Lab. pre op.

Pengetahuan tentang apa yang diper-lukan membantu mengurangi ansie-tas & meningkatkan kerjasama klien selama pemulihan, mempertahankan kadar analgesik darah konstan, memberikan kontrol nyeri terbaik.

Pengetahuan tentang apa yang diper-kirakan membantu mengurangi an-sietas.

Praktek aktifitas-aktifitas pasca ope-rasi membantu menjamin penurunan program pasca operasi terkomplikasi.

Dengan mengungkapkan perasaan membantu pemecahan masalah dan memungkinkan pemberi perawatan untuk mengidentifikasi kekeliruan yang dapat menjadi sumber kekuatan. Keluarga adalah sistem pendukung bagi klien. Agar efektif, sistem pendukung harus mempunyai mekanisme yang kuat.

Daftar cek memastikan semua aktifi-tas yang diperlukan telah lengkap. Aktifitas ini dirancang untuk memas-tikan klien telah siap secara fisiologis untuk operasi dan mengurangi resiko lamanya penyembuhan.

2. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan ketakutan berkaitan dengan diagnosis kanker yang baru saja diterima, masalah potensial ketidak pastian masa depan.

Tujuan:

- Klien dan keluarga dapat beradaptasi secara konstruktif terhadap krisis.

- Klien dan keluarga mampu mengkomunikasikan secara terbuka dan efektif diantara anggota keluarga.

Kriteria:

- Sering mengungkapkan perasaan terhadap perawat/dokter.

- Berpartisipasi dalam perawatan anggota keluarga yang sakit.

- Mempertahankan sistem fungsional saling mendukung antar tiap anggota keluarga.

Rencana Tindakan

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1.

2.

3.

4.

5.

Bantu klien & keluarga dalam menghadapi ke-khawatiran terhadap situasi: resikonya, pilihan yang ada serta bantuan yang didapat.

Ciptakan lingkungan rumah sakit yang bersifat pribadi & mendukung untuk klien & keluarga.

Libatkan anggota keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang sakit bila memungkin-kan.

Bantu anggota keluarga untuk mengubah ha-rapan-harapan klien yang sakit dalam suatu si-kap yang realistis.

Buatlah daftar bantuan profesional lain bila masalah-masalah meluas diluar batas-batas ke-perawatan.

Klien & keluarga mengetahui segala sesuatu yang mungkin dapat menyebabkan kekha-watiran serta dapat mengatasi nya.

Klien merasa terlindungi rasa amannya.

Klien mendapat perhatian & kasih sayang dari keluarga-nya & keluarga dapat berpe-ran lebih aktif dalam merawat klien.

Harapan yang tidak realistis membuat kelurga berpikir ti-dak objektif.

Dengan mengetahui bantuan profesional diharapkan klien & keluarga dapat mencari al-ternatif & usaha lain dalam mengobati & merawat klien.

- Diagnosa Post Operasi

3. Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi akibat adanya perdarahan atau edem pada tempat pembedahan, kerusakan saraf laringeal atau luka pada kelenjar paratiroid.

Tujuan:

- Paru-paru klien bersih.

- Pola nafas klien berada dalam batas normal.

- Klien dapat berbicara dengan suara biasa.

NO.

INTERVENSI

RASIONAL

1.

Monitor tanda-tanda respiratori distres, sia-nosis, takipnea & nafas yang berbunyi.

Periksa balutan leher setiap jam pada perio-de awal post op, kemudian tiap 4 jam.

Monitor frekuensi & jumlah drainase serta kekuatan balutan.

Periksa sensasi klien karena keketatan dise-keliling tempat insisi.

Pertahankan klien dalam posisi semi fowler dengan diberi kantung es (ice bag) untuk mengurangi bengkak.

Anjurkan klien untuk berbicara setiap 2 jam tanpa merubah nada atau keparauan suara.

Kaji adanya tanda Chvostek & Trousseau.

Identifikasi adanya mati rasa.

Monitor tingkat serum kalsium.

Siapkan peralatan emergency untuk trache-ostomy, suction, oksigen, perlengkapan be-nang jahit bedah dan kalsium IV, dalam keadaan siap pakai.

Memonitor & mengkaji terus-mene-rus dapat membantu untuk mende-teksi & mencegah masalah pernafas-an.

Pembedahan didaerah leher dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas karena adanya edem post op.

Dengan mempertahankan posisi & pemberian es dapat mengurangi pembengkakan.

Kerusakan pada saraf laringeal sela-ma pembedahan tiroid dapat menye-babkan penutupan glottis.

Hipokalsemia, akibat dari kerusakan atau pemotongan kelenjar paratiroid dapat menyebabkan tetani & laringo-spasm.

Persiapan untuk gawat darurat memastikan pemberian perawatan yang cepat & tepat.

4. Nyeri berhubungan dengan tiroidektomi.

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria: Menyangkal nyeri, tidak ada rintihan, ekspresi wajah rileks.

Rencana Tindakan:

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1.

2.

Berikan analgesik narkotik yang diresep-kan & evaluasi keefektifannya.

Ingatkan klien untuk mengikuti tindakan-tindakan untuk mencegah peregangan pada insisi seperti:

- menyokong leher bila bergerak di tempat tidur & bila turun dari tempat tidur.

- menghindari hiper ekstensi & fleksi akut leher.

Analgesik narkotik perlu pada nye-ri hebat untuk memblok rasa nyeri.

Peregangan pada garis jahitan ada-lah sumber ketidak nyamanan.

5. Resiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tiroidektomi, edema pada dan sekitar insisi, pengangkatan tak sengaja dari para tiroid, perdarahan dan kerusakan saraf laringeal.

Tujuan: Tidak terjadi komplikasi sampai klien pulang ke rumah (hari ke-7 – 10 post op).

Kriteria : Tidak ada manifestasi dari perdarahan yang hebat, hiperkalemia, kerusakan saraf laringeal, obstruksi jalan nafas, ketidak seimbangan hormon tiroid dan infeksi.

Rencana Tindakan:

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Perdarahan:

a. Pantau:

- TD, nadi, RR setiap 2x24 jam. Bila stabil setiap 4 jam.

- Status balutan: inspeksi dirasakan dibe-lakang leher setiap 2x 24 jam, kemudian setiap 8 jam setelahnya.

b. Beritahu dokter bila drainase merah terang pada balutan/penurunan TD disertai pe-ningkatan frekuensi nadi & nafas.

c. Tempatkan bel pada sisi tempat tidur & ins-truksikan klien untuk memberi tanda bila tersedak atau sensasi tekanan pada daerah insisi terasa. Bila gejala itu terjadi, kendur-kan balutan, cek TTV, inspeksi insisi, perta-hankan klien pada posisi semi fowler, beri-tahu dokter.

Obstruksi jalan nafas:

a. Pantau pernafasan setiap 2x24 jam.

b. Beritahu dokter bila keluhan-keluhan ke-sulitan pernafasan, pernafasan tidak tera-tur atau tersedak.

c. Pertahankan posisi semi fowler dengan bantal dibelakang kepala untuk sokongan

d. Anjurkan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam untuk merangsang pernafas-an dalam.

e. Jamin bahwa O2 & suction siap tersedia di tempat.

Infeksi luka:

a. Ganti balutan sesuai program dengan menggunakan teknik steril.

b. Beritahu dokter bila ada tanda-tanda in-feksi.

Kerusakan saraf laringeal:

a. Instruksikan klien untuk tidak banyak bi- cara.

b. Laporkan peningkatan suara serak & ke-lemahan suara.

Hipokalsemia:

a. Pantau laporan-laporan kalsium serum.

b. Beritahu dokter bila keluhan-keluhan ke-bal, kesemutan pada bibir, jari-jari/jari kaki, kedutam otot atau kadar kalsium di bawah rentang normal.

Ketidakseimbangan hormon tiroid:

a. Pantau kadar T3 & T4 serum.

b. Berikan penggantian hormon tiroid sesu-ai pesanan.

Untuk mendeteksi tanda-tanda awal perdarahan.

Temuan ini menandakan perdarahan berlebihan dan perlu perhatian medis segera.

Temuan ini menandakan perdarahan berlebihan dan perlu perhatian medis segera.

Untuk mendeteksi tanda-tanda awal obstruksi pernafasan.

Temuan-temuan ini menandakan kompresi trakeal yang dapat disebab-kan oleh perdarahan, perhatian medis untuk mencegah henti nafas.

Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih penuh & membantu menu-runkan bengkak.

Pernafasan dalam mempertahankan alveoli terbuka untuk mencegah ate-lektasis.

Untuk digunakan bila terjadi kom-presi trakea.

Untuk melawan/mencegah masuknya bakteri.

Temuan ini menandakan infeksi luka & perlu terapi antibiotik.

Untuk menurunkan tegangan pada pita suara.

Perubahan-perubahan ini menunjuk-kan kerusakan saraf laringeal, dima-na hal ini tidak dapat disembuhkan.

Perubahan kadar kalsium serum ter-jadi sebelum manifestasi ketidak se-imbangan kalsium.

Temuan ini menandakan hipokalse-mia & perlunya penggantian garam kalsium.

Untuk mendeteksi indikasi awal keti-dakseimbangan hormon tiroid.

Hormon tiroid penting untuk fungsi metabolik normal.

6. Resiko tinggi terhadap penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.

Tujuan : Klien mampu memenuhi rencana pemeliharaan dirumah.

Kriteria: Klien mengungkapkan pemahaman tentang instruksi pulang, melakukan latihan dengan benar, mengungkapkan kepuasan dengan rencana perawatan dirumah.

Rencana Tindakan:

NO

INTERVENSI

RASIONAL

1.

2.

3.

4.

Berikan instruksi untuk latihan leher fleksi, ekstensi & latihan rotasi setelah jahitan di angkat hari ke-7.

Hubungi dokter bila ada tanda-tanda infeksi

Bila tiroidektomi total dilakukan, berikan informasi tentang obat pengganti & harus digunakan untuk sepanjang hidup.

Berikan instrumen tertulis untuk aktifitas perawatan diri, perjanjian, evaluasi & obat-obatan, klien kemudian evaluasi pemaham-an instruksi.

Latihan-latihan ini untuk memban-tu mencegah kontraktur otot leher.

Terapi antibiotik untuk mengatasi infeksi.

Pemahaman hubungan antara kon-disi & terapi membantu mengem-bangkan kepatuhan klien.

Instruksi verbal mungkin mudah dilupakan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan; Edisi 8. EGC. Jakarta.

Donna. 1995. Medical Surgical Nursing; 2nd Edition. WB Saunders.

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah; volume 3. EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran; Edisi 3, Jilid 1. Media Aesculapius, FKUI. Jakarta.

Soeparman. 1999. Buku Ajar Penyakit Dalam; Jilid 1, Edisi 2. FKUI. Jakarta.





Senin, 29 Maret 2010

ASKEP PADA PNEUMONIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PNEUMONIA

Nama :sulastri

Nim : 04.07.1820

Kelas : f/kp/vi

PENGERTIAN PNEUMONIA
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakit primer dan dapat juga akibat penyakit komplikasi. (A. Aziz Alimul : 2006). Sedangkan menurut Elizabeth J. Corwin, Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme.
Selain itu, menurut wikipedia.com pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan.

JENIS – JENIS PNEUMONIA

Pneumonia terbagi dalam berbagai jenis berdasarkan dengan penyebab, anatomik, dan berdasarkan asal penyakit ini didapat. Seperti berikut
1. Berdasarkan penyebab :
a. Pneumonia Lipid
b. Pneumonia Kimiawi
c. Pneumonia karena extrinsik allergic alveolitis
d. Pneumonia karena obat
e. Pneumonia karena radiasi
f. Pneumonia dengan penyebab tak jelas
(Dasar-dasar ilmu penyakit paru, 2006)
2. Berdasarkan Anatomik :
a. Pneumonia Lobaris
Merupakan pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru dan bila kedua lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia lobaris.
b. Pneumonia Interstisial
Merupakan pneumonia yang dapat terjadi di dalam dinding alveolar.
c. Bronchopneumonia
Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus
(A. Aziz Alimul Hidayat :2006)
3. Berdasarkan asal penyakit :
a. Pneumonia komunitas atau community acquired pneumonia, adalah pneumonia yang didapat dari masyarakat.
b. Pneumonia nosokomial atau hospitality acquired pneumonia yang berarti penyakit itu didapat saat pasien berada di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan.

ETIOLOGI

Pada masa sekarang terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA (Infeksi Saluran Napas Bawah Akut) akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan
perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah yang lain pada suatu Negara, maupun bakteri yang berasal dari lingkungan rumah sakit ataupun dari lingkungan luar. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat.


Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi antara lain :

· Bakteri
Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau gram-negatif seperti : Steptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus influenzae.

· Virus
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves simpleks, Virus sinial pernapasan, hantavirus.

· Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum.
(hhtp:/medicastore.com/med/subkategori_pyk.Php,2007)
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-bahan lain/non infeksi :

1. Pneumonia Lipid : Disebabkan karena aspirasi minyak mineral

2. Pneumonia Kimiawi : Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap kimia seperti berillium

3. Extrinsik allergic alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas debu di pabrik gula

4. Pneumonia karena obat : Nitofurantoin, busulfan, metotreksat

5. Pneumonia karena radiasi

6. Pneumonia dengan penyebab tak jelas.
(Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, 2006)
Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah:
1. virus sinsisial pernafasan
2. adenovirus
3. virus parainfluenza
4. virus influenza

Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:

A. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar

B. Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain

C. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.

FAKTOR RESIKO
faktor-faktor resiko terkena pneumonia, antara lain: Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai, Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, Membedong bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun.
Selain faktor-faktor resiko diatas, faktor-faktor di bawah ini juga mempengaruhi resiko dari pneumonia :
1. Individu yang mengidap HIV
2. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang
3. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung
4. Karena muntah air akibat tenggelam
5. Bahan yang teraspirasi

PATOFISIOLOGI

Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar.

Gejala Klinis :

1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).

2. Gejala khas :

1. Sianosis pada mulut dan hidung.

2. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.

3. Gelisah, cepat lelah.

3. Batuk mula-mula kering produktif.

4. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

5. Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.

6. Foto thorak = bercak infiltrate pada satu lobus/beberapa lobus.

7. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).

8. Gejala khas :

1. Sianosis pada mulut dan hidung.

2. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.

3. Gelisah, cepat lelah.

9. Batuk mula-mula kering produktif.

10. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

11. Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.

12. Foto thorak = bercak infiltrate pada satu lobus/beberapa lobus.

13. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).

14. Gejala khas :

1. Sianosis pada mulut dan hidung.

2. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.

3. Gelisah, cepat lelah.

15. Batuk à mula-mula kering à produktif.

16. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

17. Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.

18. Foto thorak = bercak infiltrate pada satu lobus/beberapa lobus.

Komplikasi :

Bila tidak ditangani secara tepat à

  1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
  2. Efusi pleura.
  3. Emfisema.
  4. Meningitis.
  5. Abses otak.
  6. Endokarditis.
  7. Osteomielitis. Penatalaksanaan :
  1. Oksigen.
  2. Cairan, kalori dan elektrolit à glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml cairan infuse.
  3. Obat-obatan :
    1. Antibiotika à berdasarkan etiologi.
    2. Kortikosteroid à bila banyak lender.
  4. Oksigen.
  5. Cairan, kalori dan elektrolit à glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml cairan infuse.
  6. Obat-obatan :
    1. Antibiotika à berdasarkan etiologi.
    2. Kortikosteroid à bila banyak lender.

Prognosa : dengan pemberian antibiotic yang tepat, mortalitas dapat menurun.

ASUHAN KEPERAWATAN

  1. Pengkajian
    1. Riwayat Kesehatan :

1) Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan sebelumnya/batuk, pilek, takhipnea, demam.

2) Anoreksia, sukar menelan, muntah.

3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas, seperti ; morbili, pertusis, malnutrisi, imunosupresi.

4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernafasan.

5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernafasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis.

2. Pemeriksaan Fisik :

1) Demam, takhipnea, sianosis, cuping hidung.

2) Auskultasi paru ronchi basah, stridor.

3) Laboratorium lekositosis, AGD abnormal, LED meningkat.

4) Roentgen dada abnormal (bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru).

3. Faktor Psikososial/Perkembangan :

1) Usia, tingkat perkembangan.

2) Toleransi/kemampuan memahami tindakan.

3) Koping.

4) Pengalaman berpisah dengan keluarga/orang tua.

5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.

4. Pengetahuan Keluarga, Psikososial :

1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia.

2) Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.

3) Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.

4) Koping keluarga.

5) Tingkat kecemasan.

2. Diagnosa Keperawatan

    1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.
    2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolus.
    3. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, demam, takipnea.
    4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen darah.
    5. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri dada.
    6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
    7. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang dari rumah sakit.
    8. Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi
3.Intervensi

a. Dx. : Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.

Tujuan : Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.

Rencana tindakan :

1) Monitor status respiratori setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan status pernafasan dan bunyi nafas abnormal.

2) Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainage setiap 4 – 6 jam.

3) Beri therapy oksigen sesuai program.

4) Bantu membatukkan sekresi/pengisapan lender.

5) Beri posisi yang nyaman yang memudahkan pasien bernafas.

6) Ciptakan lingkungan yang nyaman sehingga pasien dapat tidur tenang.

7) Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernafasan.

8) Beri minum yang cukup.

9) Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas.

10) Kelolaa pemberian antibiotic dan obat lain sesuai program.

b. Dx. : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolus.

Tujuan : Pasien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan oksigenasi jaringan secara adekuat.

Rencana Tindakan :

1) Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda sianosis setiap 2 jam.

2) Beri posisi fowler/semi fowler.

3) Beri oksigen sesuai program.

4) Monitor analisa gas darah.

5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan kenyamanan pasien.

6) Cegah terjadinya kelelahan pada pasien.

c. Dx. : Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, demam, takipnea.

Tujuan : Pasien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.

Rencana Tindakan :

1) Catat intake dan out put cairan. Anjurkan ibu untuk tetaap memberi cairan peroral à hindari milk yang kental/minum yang dingin à merangsang batuk.

2) Monitor keseimbangan cairan à membrane mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tyanda vital.

3) Pertahankan keakuratan tetesan infuse sesuai program.

4) Lakukan oral hygiene.

d. Dx. : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen darah.

Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kondisi.

Rencana Tindakan :

1) Kaji toleransi fisik pasien.

2) Bantu pasien dalam aktifitas dari kegiatan sehari-hari.

3) Sediakan permainan yang sesuai usia pasien dengan aktivitas yang tidak mengeluarkan energi banyak à sesuaikan aktifitas dengan kondisinya.

4) Beri O2 sesuai program.

5) Beri pemenuhan kebutuhan energi.

e. Dx. : Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri dada.

Tujuan : Pasien akan memperlihatkan sesak dan keluhan nyeri berkurang, dapat batuk efektif dan suhu normal.

Rencana Tindakan :

1) Cek suhu setiap 4 jam, jika suhu naik beri kompres dingin.

2) Kelola pemberian antipiretik dan anlgesik serta antibiotic sesuai program.

3) Bantu pasien pada posisi yang nyaman baginya.

4) Bantu menekan dada pakai bantal saat batuk.

5) Usahakan pasien dapat istirahat/tidur yang cukup.

f. Dx. : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal.

Rencana Tindakan :

1) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.

2) Beri kompres dingin.

3) Kelola pemberian antipiretik dan antibiotic.

4) Beri minum peroral secara hati-hati, monitor keakuratan tetesan infuse.

g. Dx. : Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang dari rumah sakit.

Tujuan : Anak dapat beraktifitas secara normal dan orang tua tahu tahap-tahap yang harus diambil bila infeksi terjadi lagi.

Rencana Tindakan :

1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan anak dengan bronchopneumonia.

2) Bantu orang tua untuk mengembangkan rencana asuhan di rumah ; keseimbangan diit, istirahat dan aktifitas yang sesuai.

3) Tekankan perlunya melindungi anak kontak dengan anak lain sampai dengan status RR kembali normal.

4) Ajarkan pemberian antibiotic sesuai program.

5) Ajarkan cara mendeteksi kambuhnya penyakit.

6) Beritahu tempat yang harus dihubungi bila kambuh.

7) Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.

h. Dx. : Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.

Tujuan : Kecemasan teratasi.

Rencana Tindakan :

1) Kaji tingkat kecemasan anak.

2) Fasilitasi rasa aman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya.

3) Dorong ibu untuk selalu mensupport anaknya dengan cara ibu selalu berada di dekat anaknya.

4) Jelaskan dengan bahasa sederhana tentang tindakan yang dilakukan à tujuan, manfaat, bagaimana dia merasakannya.

5) Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.

  1. Implementasi

Prinsip implementasi :

  1. Observasi status pernafasan seperti bunyi nafas dan frekuensi setiap 2 jam, lakukan fisioterapi dada setiap 4 – 6 jam dan lakukan pengeluaran secret melalui batuk atau pengisapan, beri O2 sesuai program.
  2. Observasi status hidrasi untuk mengetahui keseimbangan intake dan out put.
  3. Monitor suhu tubuh.
  4. Tingkatkan istirahat pasien dan aktifitas disesuaikan dengan kondisi pasien.
  5. Perlu partisipasi orang tua dalam merawat anaknya di RS.
  6. Beri pengetahuan pada orang tua tentang bagaimana merawat anaknya dengan bronchopneumonia.
  1. Evaluasi.

Hasil evaluasi yang ingin dicaapai :

  1. Jalan nafas efektif, fungsi pernafasan baik.
  2. Analisa gas darah normal.

Gejala Klinis :


  • Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
  • Gejala khas :

1. Sianosis pada mulut dan hidung.

2. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.

3. Gelisah, cepat lelah.

  • Batuk mula-mula kering produktif.
  • Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.
  • Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.
  • Foto thorak = bercak infiltrate pada satu lobus/beberapa lobus.

Komplikasi :

Bila tidak ditangani secara tepat:

· Otitis media akut (OMA) à terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.

· Efusi pleura.

· Emfisema.

· Meningitis.

· Abses otak.

· Endokarditis.

· Osteomielitis.

Penatalaksanaan :

  • Oksigen.
  • Cairan, kalori dan elektrolit à glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml cairan infuse.
  • Obat-obatan :

Antibiotika à berdasarkan etiologi.

Kortikosteroid à bila banyak lender.

Prognosa : dengan pemberian antibiotic yang tepat, mortalitas dapat menurun.